Kadang Kita Lupa
Kadang kita lupa bagaimana cara bangkit, karena kita selalu menghindar dari sulit dan sakit . Mengapa begitu simplenya bila kita berkata ' begitu mudahnya aku bisa jatuh, tapi mengapa aku begitu sulit untuk bangkit. Banyak perkara simple menjadi hikmah, nikmat dan berkah. Bahkan terlalu banyak cara Allah mengingatkan kita, dimanapun kapanpun juga, sesimple IA mengambil sesuatu yang berharga dari genggaman kita. Ach, ternyata kita bukan siapa-siapa.
Kadang kita lupa bagaimana cara tersenyum mengembang dan tertawa lepas. Sebab kita sering dihimpit oleh berbagai keinginan yang membuat tersenyum pun jadi sulit. Padahal tersenyum itu mudah, semudah kita memberikan persepsi terhadap orang yang tidak kita suka. Senyum kadang tak lagi menjadi media membangun suatu hubungan karena bibir ini terlalu murah dalam mencerca dan berkeluh kesah
Kadang kita lupa bagaimana cara bersyukur. Karena kita terlalu sibuk membanding-bandingkan diri dengan orang lain, sibuk mencari pengakuan dari mahluk. Padahal apalah daya kekuatan manusia, yang punya hati adalah Sang Maha Pemberi, rasa kagum orang terhadap kita, hanyalah secuil dari kekuatan Allah perantara mereka bahwa yang pantas di kagumi hanyalah Allah, bukan kita bukan juga mereka.
Kadang kita lupa bahagia. Karena kita tenggelam dengan berbagai rutinitas. Kita berlomba-lomba menyibukan diri, seolah orang sibuk pertanda orang sukses. Kita ingin mengambil semuanya, dan tanggung jawab yang besar telah menunggu kita. Hari-hari mulai membuat perasaan jadi kosong, stress, tertekan hingga kita lupa usia merambah tua, dan baru menyadari kita sudah jarang merasakan benar-benar bahagia.
Kadang kita lupa menyayangi dan mencintai diri sendiri. Setiap hari kita sering terjebak dengan realita, setiap detik kita dipaksa menerima berbagai informasi. Yaa, Dunia semakin cepat, serba padat, dikejar waktu, sibuk memikirkan orang lain, menghitung untung rugi atas jerih payah kita, sibuk membela usaha, instansi dan perusahaan. Hingga kita tak lagi punya waktu lega dan tenang sejenak meski di waktu libur sekalipun. Sampai akhirnya rasa sakit dan kehilangan menyadarkan kita, bahwa saat sakit dan lumpuh, hanya diri sendiri yang peduli, dan mereka-mereka yang kita bela, pada akhirnya meninggalkan kita.
Seringnya kita lupa intopeksi diri. Adrenalin kita mendadak bangkit kalau urusan membicarakan aib orang. Di pancing dengan sapatah kata saja, sudah puluhan kata akan dilontarkan. Apalagi terhadap orang yang tidak di sukai, sampai kulit daging nenek moyangnya terangkat semua, kalau bisa tidak ada yang tertinggal sedikitpun. Inilah hebatnya kita. Baru belajar sedikit, sudah merasa punya ilmu kanuragan nan sakti, baru hijrah saja sudah merasa paling benar dan alim. Perasaan MERASA sering keterlaluan menghebat dalam diri kita. Ujung-ujungnya naluri PERASA ( baper ) menggerogoti hati kita.
Ach, terlalu banyak yang harus dipelajari untuk mengingat kembali rasa lupa ini, memahami kealphaan diri. Bersibuk intropeksi diri tak lagi jadi menu utama karena selalu siap menggaruk kutil mini di tangan, ialah smartphone. ( maaf saya menyebut HP : Kutil Mini ). Yaa, Hidup ini hanyalah sebuah kisah yang tak akan habis untuk ditulis. Saat telah berada di garis finis, tetap akan di tulis oleh pewaris. Bahagia bukan lagi tolok ukur banyaknya yang kita punya, karena bahagia hanyalah sebuah rasa, dan rasa itu hanya kita yang punya. Memaafkan dan berdamai adalah salah satu cara untuk bahagia, sebelum kita lupa jalan menuju kembali kepadaNya.
Banua, Penghujung 2019
Posting Komentar untuk "Kadang Kita Lupa"