*6
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Parenting, Hakikatnya Kita Ini Sendiri

HAKIKATNYA KITA INI SENDIRI

Iya kan? Walaupun kita kembar dan kembar berapapun, kita lahir ke dunia ini satu satu, sendiri! Jadwal kita dipanggil 'pulang' juga masing-masing. Mungkin bisa bareng dalam satu peristiwa, tapi masing-masing sebenarnya. Nanti ketika di hisab apalagi, masing-masing karena pertanyaannya ada yang panjang ada yang pendek…

Contoh konkritnya, bagi Anda yang sudah berumah tangga. Apakah Anda sekarang masih tinggal serumah dengan orang tua atau terpisah? Kalau Anda serumah dengan orang tua Anda bersyukurlah masih bisa bertemu setiap hari dan mungkin masih bisa mengurusi beliau, ngobrol dan bercengkrama.

Tapi bagi Anda yang sudah pisah rumah, bahkan mungkin Anda pisah kota atau pisah negeri, bagaimana ceritanya? Berapa lama sekali Anda bersua dengan orang tua sendiri? Bagaimana pula dengan saudara sekandung Anda? Apakah kalau ada kabar orang tua Anda sakit, semua pulang serentak atau giliran. Bahkan ketika mungkin orang tua Anda berpulang, apakah Anda dapat rezeki merawat dan rezeki mata, atau Anda bagian yang tidak beruntung, mendapatkan tanah merahnya saja?

Jadi begitulah hidup ini, hakikatnya kita benar-benar sendiri, datang sendiri – pulang sendiri!

JADI BAGAIMANA DENGAN PERAN KITA SEBAGAI ORANGTUA?

Anak-anak kita nanti, insha Allah kurang lebih seperti kita juga. Dia tidak akan selamanya bersama kita, sehatkah kita atau sakitkah kita. Harapan dan doa kita tentu di saat-saat terakhir kita, mereka bersama. Tapi takdirkan bukan kita yang menentukan. Jalan hidup seseorang hanya Allah yang tahu.

Jadi, teman-teman menjadi orang tua itu harus tak bisa lari dari kenyataan ini, anak kita akan tidak bersama kita sepanjang hidupnya dan kita pun belum tentu akan bersama dengan dia.

Oleh sebab itu inilah tips yang ingin saya usulkan bagi Anda sebagai garis besar pengasuhan anak-anak kita :

1. Sebaiknya, kita punya perencanaan untuk punya anak berapa. Patokannya bukan uang atau alasan ekonomi, karena kalau kita hidup lurus dan penuh ketakutan pada Allah, insha Allah, Dia akan memenuhi hajat hidup kita. Tapi yang dijadikan bahan pertimbangan utama adalah ketentuan Allah tentang menyusui dan mengatur jarak kelahiran . Yang berikutnya: usia kita, masih bisa untuk mempunyai berapa orang anak dan terakhir : kehidupan emosi! Kita mengukur diri sanggup membesarkan berapa orang anak. Yang terakhir ini jarang sekali dijadikan bahan pertimbangan..

2. Apakah Ayah dan Ibu sepakat keduanya terlibat penuh bagi perkembangan fisik, spritual, kecerdasan, emosi, sosial, dan seksualitas?

3. Anak-anak itu bukan pilihan, dia pemberian dan amanah Allah. Kita gak bisa milih anak kita harusnya seperti ini dan seperti itu, dan anak apa lagi, lebih-lebih gak bisa milih orang tuanya 

Jadi apapun anak kita, kita syukuri. Berarti kita lelaki dan perempuan pilihan yang pantas diberi amanah. Banyak banget orang yang punya sperma dan sel telur tapi tidak dipercaya. Jadi syukuri! Nikmati anakmu!. Sejauh yang kami bisa ingat  kebelakang : kami sangat menikmati anak-anak kami, Masha Allah Tabarakallah. Soal bentuk, warna kulit, dan seluruh isi jiwa sudah dilukis Allah dengan kekuasaanNya dan kebijaksanaanNya. Dia tahu anak itu ”pas” buat kita. Makanya kalau marah jangan sampai nanya: “Ya Allaaaaah, anak siapa sih kamu ini?”

4.Siapa yang diberi amanah, berarti merekalah ‘Baby sitter'nya Allah. Maka sempurnakanlah penyusuan. Secara psikologis dan neurologis, ini sangat diperlukan. Bayangkanlah kalau anak tumbuh dan besar tanpa atau sangat rendah kelengketannya dengan ibunya. Modal utama jadi orang tua adalah Tawakkal pada Allah. Tawakkal pada Allah itu perlu iman dan ilmu. 

5. Jadi orang tua itu gampang, 5 saja syaratnya: (1.) Menyembah hanya Allah saja; 

(2.) Berbuat baiklah kepada Ibu Bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin; 

(3.) Kalau berkata-kata pada siapa saja termasuk dengan pasangan dan anak anak : Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia; 

(4.) Dirikanlah shalat dan; 

(5.) Tunaikanlah zakat. 

Masing masing aspek ini tentunya perlu di elaborasi. Kalau ini dilakukan oleh setiap orang tua, cukuplah ia jadi teladan bagi anak anaknya

6. Mengasuh anak tak mungkin tanpa kata-kata. Riset kami menunjukkan bahwa ngomong kita itu banyak sekali korupsinya. Maka ikutilah perintah Allah dalam berkata-kata :

Bicara lemah lembut (Qaulan Layyinan 20:44

Bicara menyenangkan (Maisuura 17:28)

Bicara baik baik (2:83) 

Bicara benar (Qaulan Saadiida 4:9)

Bicara yg tepat (Qaulan Baliigha 4:63)

Bicara baik baik (Ma’ruufa (4: 5)

Mengajar bicara (Arrahman:4)

Lunakkan suara (31:19)

Perkataan yang mulia (Qaulan Kariima 17:23)

Jangan palingkan pipi ketika bicara (31:18).

Kalau terasa berat dan sulit menerapkannya, hubungi YKBH dan mendaftar untuk ikut pelatihan KBBM (Komunikasi Benar, Baik dan Menyenangkan) selama 2 hari!

7. Tujuan utama pengasuhan anak adalah menjadikannya Hamba Allah yang taqwa: yang menyembah hanya Allah saja dan berAkhlak mulia, terutama terhadap kedua orang tuanya. Berarti kita adalah tauladan anak, itu mengapa kita harus selalu mengontrol diri kita. Setiap mau tidur malam, tanyakan pada diri sendiri : ”Apa yang dipelajari anakku ya hari ini dari Ibunya/Ayahnya?” Buat catatan dalam jiwa, untuk memperbaikinya esok hari. Bukankah hari esok lebih baik dari hari ini?

8. Anak diajarkan berbagai hal sesuai dengan usia dan kemampuan otaknya bekerja, termasuk mengajarkannya untuk beribadah. Jangan maksa, jangan pakai standard orang dewasa. Mengajarkan anak agama patokannya harus Suka bukan Bisa, mengapa? Karena yang berkembang duluan adalah bagian otak yang merupakan puat perasaan. Yang dibangun itu adalah RASA beragama, logikanya belakangan. Beda nggak orang suka masak dengan bisa masak? Jadi, setel kendo (mengatur ritme).

9. Kukuhkan sholatnya, bagi anak laki-laki biasakan sholat berjamaah lima waktu ke mesjid. Kalau Ayah tidak ada, Ibunya harus berkorban menemaninya. Contohkan beramal sholih. Tanamkan pada anak bahwa perbuatan baik sekecil apapun pasti akan dibalas Allah 

10. Didiklah mereka untuk tidak sombong dan angkuh dan berbangga-bangga diri. Berjalan harus biasa dan bila bicara merendahkan suara… Masha Allah alangkah indahnya kepribadian anak kita.

11. Jadi bukankah semua yang diuraikan diatas lebih penting dari hanya sukses secara akademis semata tapi yang lain terabaikan dan gak kepegang? Jadi apa anak kita nantinya?

12. Siapkan anak memasuki usia pubertasnya dan hidup di era digital. Gagal dalam hal ini dan semua yang diuraikan di atas, kawatir kita tak bisa menikmati hari tua kita karena anak bukan hanya menjadi permata hati tapi menjadi musuh. Jangan kecintaan kita yang tak pakai logika membuat anak kita jadi sumber bencana.

13. Terakhir, jangan lupa bahwa semua dilakukan bertahap dan langkah demi langkah, jangan tergesa gesa.

14. Jadi santai, nikmati anakmu dan sewajarnya saja. Jangan mengurus anak menguras jiwa dan emosi apalagi sampai menunda shalat dan mementingkan mereka dari segalanya, sehingga lalai mengingat Allah 

Sejauh kita mematuhi perintah Allah, tak ada yang perlu dikawatirkan. Yang penting kita ingat : jika jauh dari menjalani perintah Allah, hidup akan sangat terasa sempit dan susah, bahkan bisa terasa dalam kegelapan yang pekat dan naudzubillah dikumpulkan di hari kiamat dalam keadaan BUTA! 

Dan yang paling jangan dilupakan : Hakikatnya kita ini SENDIRI!

#EllyRismanParentingInstitute

By Elly Risman, Psi

Direktur, Psikolog, dan Trainer Yayasan Kita dan Buah Hati



Posting Komentar untuk "Parenting, Hakikatnya Kita Ini Sendiri"