Rasuan OKU Riwayatmu Kini
Rasuan bukanlah sebuah nama desa yang baru dibangun dan didirikan. Desa Rasuan telah lahir sejak jaman penjajahan Belanda ( VOC), itu ditandai dengan adanya sebutan Kancing Bosi disekitar hilir setelah jembatan penyebrangan simpang Subar ( dandan) atau simpang Belitang. Menurut sebuah riwayat bahwa Nama Rasuan sebelumnya bernama karang cangging rasuan berarti menggelar tikar untuk bermusyawarah / Rasan
Desa Rasuan bisa diakses lewat jalan darat dari selatan Kayu Agung juga sebelah utara dari Martapura. Seperti desa daerah komering OKU lainnya, umumnya penduduk desa Rasuan bermata pencaharian sebagai petani karena konstur tanahnya memang terbilang subur untuk bercocok tanaman padi, kopi, pisang, dan lain sebagainya. Namun tanaman Duku Komering lebih dominan bahkan menjadi rajanya tanaman bagi penduduk setempat. Meskipun tanaman duku ini panen setahun sekali, selain hasil yang didapatpun berlimpah juga buah Duku Komering ini menjadi Trade Mark di Indonesia bahkan di dunia. Dan kini penduduk desa ini banyak beralih mengelola tanaman karet
Rasuan yang kini mendapat tempat sebagai Kecamatan ( penuh) Madang Suku I OKU Timur Sumatera Selatan, memiliki 12 desa seperti :Harjo Mulyo, Jaya bakti, Jati sari,Gunung terang, Tri Dadi, Agung Jati, Rasuan seberang (Bunga Jaya / Sakoti), Rasuan darat (Simpang Kepuh dan Tanjung Tigo), Mendayun, Mengulak, Simpang Karta Mulya. Sekitar tahun 1980an Rasuan sempat memiliki taman pendidikan sekolah, yaitu 4 Sekolah Dasar Negri, dua Sekolah Menengah Pertama Negri dan Swasta. Dan mulai tahun 2000an hanya mempunyai dua SDN, yaitu SDN No.1 Rasuan dan SDN Simpang Kepuh, satu SMPNegri, satu SMANegri, keduanya berlokasi di Simpang Kepuh.
Sungai Komering Rasuan yang lebih dikenal dengan Pangkalan, kini hampir kering ( buntu ) tertutup oleh tanah dan tumbuhan liar. Banyak penduduk setempat memanfaatkan pasir sebagai ladang bisnis, padahal sebelumnya sungai komering ini kaya akan jenis-jenis ikan dengan pemandangan pasir yang sangat alami dan indah.
Benarkah Rasuan Desa yang tidak Berkembang?
Desa Rasuan masih memiliki banyak lahan tidur, penduduk desa Rasuan bukan termasuk kategori miskin, bukan pula desa yang tertinggal (pedalaman). Bila saja berkunjung kesana, kita bisa melihat desain rumah-rumah penduduknya seperti hunian kota memiliki kendaraan roda empat (paling kecil sekelas Xenia), kalaupun masih ada rumah panggung, itupun juga paling kecil memiliki sepeda motor. Tanaman karet dan duku telah mengubah kehidupan perekonomian mereka. Tapi mengapa desa Rasuannya sendiri tidak berkembang seperti penghuninya?
Rasuan bukan berarti tidak memiliki orang-orang sukses untuk membangun desanya. Sudah banyak pejabat tinggi dan pengusaha sukses ekspor impor yang bermukim di kota besar seperti Jakarta dan luar negri memiliki darah atau leluhur dari Rasuan. Pendidikan sekolah telah mengubah pola pikir
manusianya menjadi generasi urban, cenderung membutakan persepsi anak akan arti desa . Para pemuda menjadi 'merasa' tak bisa hidup di kampungnya sendiri setelah otaknya diisi berbagai pengetahuan oleh sekolah. Potensi-potensi ekonomi pedesaan yang sebenarnya tergelar luas boleh jadi akan tidak kelihatan lagi, pandangannya tercover.
Generasi yang tergantung pada kehidupan kota, tak akan lagi sanggup hidup di desanya sendiri kecuali kalau sudah pensiun (itu juga tidak produktif lagi), desa akan ditinggalkan dan tidak akan lagi berkembang. Kalaupun seorang sarjana harus kembali pulang kampung, itupun juga menjadi bahan
pertanyaan orang “ sarjana kok dikampung, jadi kuli dan petani dan lain sebagainya”. Pandangan masyarakat desa yang keliru, tentu saja dapat mengubah pola pemikiran seseorang untuk tidak perlu membangun desanya. Sikap enggan inilah yang mungkin saja mendasari pemilik tanah kelahiran
lebih memilih eksis dipekotaan.
Demikian pula dengan orang-orang kota yang berasal dari Rasuan OKU Timur, lebaran Idul Fitri hanyalah ajang liburan semata bagi mereka yang masih memiliki orang tua. Sedangkan ketika leluhur mereka sudah tiada (meninggal), Rasuan hanyalah sebuah kenangan, sebuah masa yang sempat singgah dan akan dikenang kembali saat tertentu saja. Bila kita renungkan sejenak, lihatlah orang-orang yang dipandang berhasil di tengah masyarakat, pegawai, guru, pejabat, pengusaha, dll. Apakah mereka orang asli kampung atau bukan? Kemungkinan besar mereka-mereka adalah pendatang, mereka adalah orang-orang yang telah meninggalkan kampung halamannya dan sukses di tempat
lain.
Relakah kita menyediakan kampung kita untuk menjadi tempat sukses pendatang yang notabene 'orang asing'? Mengapa bukan kita saja yang sebaiknya sukses di desa kita sendiri? Mengapa tak kita raih mimpi menjadi sukses di kampung sendiri? Mengapa kita tak pernah terpikirkan membangun desa sendiri, agar ketika yang lain sudah lupa, mereka masih ingin bermanja lama didesa kelahirannya atas usaha dan karya kita???
Nyak ngiram rik Tiuh Rasuan... Tiuh jak moyangku.. Nyak ngiram Mulang, Ngiram nakat langsak, ngiram mandi di Pangkalan, Ngawil rik kawan2..
BalasHapusSilahkan pulang kampung jadi obat Ngiram. Makasih utk kunjunngannya. Salam way kumoring
HapusSilahkan pulang kampung jadi obat Ngiram. Makasih utk kunjunngannya. Salam way kumoring
HapusHoi...mulang da, bangun dusun kita...
BalasHapusHoi...mulang da, bangun dusun kita...
BalasHapusHoi...mulang da, bangun dusun kita...
BalasHapus