*6
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gengsi Itu Bikin Rumit

Gengsi sangat berkaitan erat dengan harga diri, kehormatan, dan prestige. Kebanyakan orang sibuk melindungi harga diri hanya karena tidak ingin di anggap hina dan rendah. Demi gengsi, apa saja dilakukan demi mengikuti gaya hidup yang maksimal meski pendapatan pas-pasan. Beli HP tercanggih karena malu dilihat orang masih memakai HP jadul / monokrom. Gonta-ganti baju setiap kali menghadiri acara seremonial semata biar dikatakan orang hebat. Bahkan, untuk membeli rumah-pun harus memilih tempat yang berkelas agar naik pula harga dirinya. Dan kebutuhan gengsi-pun  makin menggila ketika seseorang sudah mendapat jabatan, lalu marah dan tersinggung bila tidak dilayani, dan ingin selalu dihormati, diperlakukan istimewa.

Darimana kita belajar Gengsi?
Orang pertama mengajarkan kita agar  bertingkah tidak memalukan adalah orang tua kita sendiri. Seorang ibu akan berkata pada anaknya "Nak, pakai baju yang bagus, rambutnya di sisir yang rapi, malu dilihat orang". Kata "malu" itu sendiri sudah mengajarkan anak hidup gengsi. Orang tua rela membelikan pakaian bermerk untuk anaknya yang masih balita, (yang belum tahu "apa itu gengsi") sekali lagi demi membela gengsi. Terkadang orang tua juga membatasi pergaulan anak-anaknya, dan akan malu bila teman anaknya dari orang miskin.

Kebutuhan hidup gengsi ini juga dipengaruhi oleh lingkungan. Masyarakat seringkali memandang seseorang dari kulit luar, dan kebutuhan tergoda sifat pamer lebih banyak mendominasi. Budaya feodal yang menciptakan kelas sosial, membuat masyarakat mengukur kesuksesan seseorang dari banyaknya materi yang dimiliki seseorang. Dengan cara pamer sana sini, seakan membantu mereka mendapat predikat plus-plus di mata orang lain. Tidak kalah menariknya, jejaring sosial menyediaka tempat buat pamer, mulai dari foto pribadi ( sampai foto kawin pun di upload), lagi berada di suatu tempat, makan di restoran mewah, kadang foto lagi sholat, tarawehan menjadi topik " apa yang hendak aku pamerkan lagi " 

Pengaruh Negatif Gengsi
Tanpa kita sadari, hidup kita sering mengikuti pandangan " apa kata orang", kita sering ingin menang dalam segala hal, hanya karena ingin merasa lebih baik daripada orang lain. Masih sebatas kewajaran bila kebutuhan ingin hidup lebih baik itu tanpa berlebih-lebihan, dan yang salah justru kebanyakan gengsi akhirnya menjadikan seseorang bersifat ujub, takjub dengan diri sendiri, seakan lebih sempurna dari orang lain. Pengaruh negatif lain sikap gengsi-gengsian ini menjadikan orang makin materialis, kurang peka terhadap lingkungan sekitar, egois, sombong, bukan tidak mungkin di kejar-kejar hutang, dan kurangnya rasa syukur atas semua yang dimilki.

Mari kita intropeksi diri, apa untungnya mengejar gengsi bila tidak bisa menjadi diri sendiri. Apakah dengan pamer kekayaan, diri kita akan kaya juga di mata Allah. Kebutuhan haus di hormati orang lain tidak akan membuat kita berharga dalam pandangan Allah SWT. Hidup dengan mempertahankan gengsi akan membebani diri sendiri. Ya, Gengsi itu bikin hidup smakin rumit. Gengsi itu boleh saja selama tujuannya positif, seperti gengsi bila mendapat nilai ujian kecil, gengsi setelah berumah tangga masih ditopang orang tua, dsb. Hanya satu yang bisa mengalah kan sifat gengsi yaitu sifat syukur, dan untuk mengalahkan sifat ujuf hanyalah tawadhu.

Posting Komentar untuk "Gengsi Itu Bikin Rumit"