*6
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jangan menangis bila dihina, Lekaslah bangun bila terjatuh

Mungkin kita pernah mengalami masa-masa sulit seperti disakiti, ditinggalkan, dihina, dipandang sebelah mata, dan sebagainya. Dihina secara terbuka atau secara pribadi, benar-benar terasa menyiksa. Energi dalam tubuh kita sangat berbeda tatkala menerima lontaran kata-kata yang menyakitkan hati. Apalagi nada suara lebih banyak meninggalkan bekas daripada kata-kata. Ragam perasaan berkecamuk, marah, tersinggung, bahkan basal untuk membalas dendam adalah bentuk pemberontakan dan reaksi bahwa kita tidak rela mendapat perlakuan demikian.Haruskah kita membela diri? Menyerang secara brutal?

Sikap ingin 'membela diri' tentu saja sangat manusiawi. Lalu bagaimana jika orang yang memberikan penghinaan tersebut adalah orang yang kita kenal dengan akrab? Sakit, tentu saja menyakitkan. Namun adakalanya kita tidak bisa memberikan perlawanan dan pembelaan saat kejadian itu berlangsung, seakan-akan kata-kata yang terlontar membungkam mulut dan tubuh kita menyuruh 'diam, pasrah, dan menerima begitu saja' tanpa bisa berbuat banyak.

Ketidak berdayaan tersebut dikarenakan, mungkin belum saatnya kita melakukan pembelaan, belum waktunya melakukan perlawanan, atau kita harus berlatih sabar menunggu saat yang tepat,dimana harus mengembangkan diri menjadi seseorang yang patut 'berharga dan dihargai' sebelum berhadapan kembali dengan orang yang sudah membuat kita tidak berharga.

Pelajaran tersulit adalah mencoba menerima dengan ikhlas atas sebuah penghinaan. Memaafkan membutuhkan waktu yang tidak sedikit, sedangkan 'melupakan' menjadi tantangan nyata, sebab sepanjang hayat akan terkenang juga apalagi jika bertemu kembali dengan orang yang dimaksud, meskipun diri kita sudah melakukan perdamaian dan memaafkan.

Perlu kita renungkan bahwa ketika kita lahir dan datang kedunia tanpa penilaian dan kritik dikepala kita. Kita belum belajar tentang apa yang dianggap benar atau salah dalam lingkungan dan budaya, kita belum menjadi siapa-siapa. Lalu, haruskah kita melakukan penghinaan terhadap orang-orang yang rendah kedudukan dan ilmunya hanya karena merasa derajat diri sudah diatas mereka? Dan haruskah kita tetap peduli terhadap segala bentuk penghinaan?

Tentu saja jawabnya Tidak. Kita tidak akan pernah menjadi Besar menghina orang dan menyerang orang yang menghina tersebut. Terhina, dihina, didzolimi merupakan langkah besar kita untuk menjadi orang Besar. Ketika seseorang mencoba untuk membuat kita merasa tidak berharga atau meyakinkan kita bahwa kita adalah seorang yang tidak kompeten, jadikan itu motivasi lalu bekerja lebih keras untuk berhasil dan membuktikan pada orang lain bahwa mereka salah. Jika terus-terusan mengingatnya kembali, sama saja membuang waktu percuma. 

Hidup ini tidak akan selamanya sesuai dengan keinginan kita. Artinya, kita harus siap oleh situasi dan kondisi apapun. Syukuri setiap kedzoliman yang datang, sebab hal itu sama saja kita memetik amal dengan percuma dari orang tersebut. Terdzolimi, salah satu cara Alah untuk mengangkat hambaNya. Bukankah tidak ada jarak dan batas untuk doa orang-orang terdzolimi, semua akan didengar dan maqbul. “Do’a orang yang teraniaya diangkat Allah menembus awan dan dibukakan pintu langit baginya, seraya Allah berfirman padanya; “Demi Keagungan-KU, Aku akan membelamu sampai kapan pun.”  Karena itu, jangan menangis bila dihina tapi cepatlah bangun bila terjatuh.Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil

Posting Komentar untuk "Jangan menangis bila dihina, Lekaslah bangun bila terjatuh"