Dirumah Saja, Menghindari Kerusakan Didahulukan Daripada Melakukan Kebaikan
Meluasnya penyebaran wabah corona yang tidak bisa dilihat secara kasat mata, mengakibatkan kekhawatiran pada masyarakat. Pro kontra terhadap himbauan pemerintah dan para ulama untuk melakukan lockdown, menghindari berkumpul hingga berjamaah di mesjid telah menimbulkan pemahaman berbeda. Tidak sedikit yang menganggapnya " kenapa lebih takut pada corona daripada takut pada Allah ". Karenanya mereka yang mengambil sikap : " tak ada yang menyebabkan sakit kecuali seijin Allah ", tampil berani tidak takut akan bahaya virus corona yang makin meluas.
Tidak ada yang salah dengan keyakinan mereka bahwa tanpa ijin Allah semua tidak akan terjadi. Namun kita perlu menyempurnakan ikhtiar sunatullah. Ketika wabah corona ini makin meluas, ikhtiar untuk menghindarinya tentu harus dilakukan, apalagi kita tidak bisa mengetahui persis siapa saja yang sudah terdeteksi oleh virus ini.
Dari sudut pandang aqidah, Rasulullah bersabda "Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Tidak ada 'adwa (meyakini bahwa penyakit tersebar dengan sendirinya, bukan karena takdir Allah), dan tidak ada shafar (menjadikan bulan Shafar sebagai bulan haram atau keramat) dan tidak pula hammah (rengkarnasi atau ruh seseorang yang sudah meninggal menitis pada hewan).' Lalu seorang Arab Badui berkata; "Wahai Rasulullah, lalu bagaimana dengan unta yang ada di pasir, seakan-akan (bersih) bagaikan gerombolan kijang kemudian datang padanya unta berkudis dan bercampur baur dengannya sehingga ia menularinya?" Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Siapakah yang menulari yang pertama'." (HR. al-Bukhari).
Ketika ulama dan pemerintah menghimbau untuk menjaga jarak, dilarang berkumpul dsb, justru karena rasa takut mereka kepada Allah. Sebagai ulama mereka bertanggungjawab terhadap keumatan, tanggungkawab besar dihadapan Allah terkait keselamatan jiwa umat yang dipimpinnya yang di amanatkan oleh syariat
Bagi pemerintah hal ini mereka tempuh karena sebagai pemimpin mereka berkewajiban menghomati dan melindungi hak asasi rakyatnya. Upaya menghindari virus ini harus lebih diutamakan sesuai dengan kaidah fiqih: “ Menghindari kerusakan didahulukan daripada melakukan kebaikan "
Bila Kita melihat kondisi Indonesia saat ini, jangan sampai kita seperti Italia. Bila korban bertambh banyakk, apakah tenaga medis kita siap, apakah peralatan medis juga sudah cukup dan memadai, sedangkan obat-obatan juga harus import, ekonomi sudah carut marut. Bila tidak di kendalikan Indonesia bisa mengalami Chaos dan Bangkrut
Mari kita ikuti himabauan yang diberikan pemerintah dan ulama. Keyakinan terhadap taqdir Allah memang diutamakan, tapi jangan lupakan ikhtiar. Rejeki tidak akan datang bila tidak dicari. Penyakit tidak akan sembuh bila tidak diobati. Urusan mati itu sudah menjadi taqdir Allah.
Tidak ada yang salah dengan keyakinan mereka bahwa tanpa ijin Allah semua tidak akan terjadi. Namun kita perlu menyempurnakan ikhtiar sunatullah. Ketika wabah corona ini makin meluas, ikhtiar untuk menghindarinya tentu harus dilakukan, apalagi kita tidak bisa mengetahui persis siapa saja yang sudah terdeteksi oleh virus ini.
Dari sudut pandang aqidah, Rasulullah bersabda "Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Tidak ada 'adwa (meyakini bahwa penyakit tersebar dengan sendirinya, bukan karena takdir Allah), dan tidak ada shafar (menjadikan bulan Shafar sebagai bulan haram atau keramat) dan tidak pula hammah (rengkarnasi atau ruh seseorang yang sudah meninggal menitis pada hewan).' Lalu seorang Arab Badui berkata; "Wahai Rasulullah, lalu bagaimana dengan unta yang ada di pasir, seakan-akan (bersih) bagaikan gerombolan kijang kemudian datang padanya unta berkudis dan bercampur baur dengannya sehingga ia menularinya?" Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Siapakah yang menulari yang pertama'." (HR. al-Bukhari).
Ketika ulama dan pemerintah menghimbau untuk menjaga jarak, dilarang berkumpul dsb, justru karena rasa takut mereka kepada Allah. Sebagai ulama mereka bertanggungjawab terhadap keumatan, tanggungkawab besar dihadapan Allah terkait keselamatan jiwa umat yang dipimpinnya yang di amanatkan oleh syariat
Bagi pemerintah hal ini mereka tempuh karena sebagai pemimpin mereka berkewajiban menghomati dan melindungi hak asasi rakyatnya. Upaya menghindari virus ini harus lebih diutamakan sesuai dengan kaidah fiqih: “ Menghindari kerusakan didahulukan daripada melakukan kebaikan "
Bila Kita melihat kondisi Indonesia saat ini, jangan sampai kita seperti Italia. Bila korban bertambh banyakk, apakah tenaga medis kita siap, apakah peralatan medis juga sudah cukup dan memadai, sedangkan obat-obatan juga harus import, ekonomi sudah carut marut. Bila tidak di kendalikan Indonesia bisa mengalami Chaos dan Bangkrut
Mari kita ikuti himabauan yang diberikan pemerintah dan ulama. Keyakinan terhadap taqdir Allah memang diutamakan, tapi jangan lupakan ikhtiar. Rejeki tidak akan datang bila tidak dicari. Penyakit tidak akan sembuh bila tidak diobati. Urusan mati itu sudah menjadi taqdir Allah.
Posting Komentar untuk "Dirumah Saja, Menghindari Kerusakan Didahulukan Daripada Melakukan Kebaikan"